BAYANGKAN pemilu
presiden kali ini benar-benar membentuk polarisasi ummat Islam. Kelompok
islamis moderat bergabung dengan poros merah putih sedangkan kelompok
liberalis dan aktifis kiri bergabung dengan poros moncong putih. Menurut
pandangan saya, dukungan kaum liberal ke poros moncong putih menjadi
keberuntungan bagi pasangan Prabowo-Hatta dan kerugian bagi pasangan
Jokowi-Kalla.
Pemikiran kaum liberal
tak laku dijual di Indonesia. Tak mudah bagi mereka melakukan
transformasi keyakinan ummat Islam yang sudah mendarah daging dalam
dirinya. Maka, celah sekecil apapun akan mereka rengkuh untuk memuluskan
misi liberalisasi pemikiran ummat di nusantara. Menurut ijtihad
politiknya, poros moncong putih dianggap tepat menjadi tunggangan
politiknya saat ini. Bukti ketidak lakuan pemikiran liberal di
Indonesia, dalam kontestasi pemilihan legislatif kamarin dua tokoh muda
kaum liberal gagal masuk senayan, yakni Ulil Abshar Abdalla dan Zuhairi
Misrawi.
Akhir-akhir ini, kaum
liberal mengajukan proposal penghapusan kolom agama dari Kartu Tanda
Penduduk (KTP) kepada capres Jokowi, pencantuman kolom agama dianggap
menimbulkan diskriminasi yang cenderung merugikan kaum minoritas. Konon
katanya proposal itu sudah disetujui oleh Jokowi sebagaimana ditandaskan
oleh Musda Mulia, tokoh senior kaum liberal sekaligus sebagai anggota
tim pemenangannya. Sontak saja ormas Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah dan
Majelis Ulama Indonesia bersuara lantang dan mengecam keras gagasan
tidak populer itu. Melihat gelagat demikian, timses lainnya segera
mengevaluasi lalu menepis informasi bahwa hal itu bukan program pasangan
Jokowi-Kalla.
Di tengah-tengah
hiruk-pikuk bergulirnya kabar merugikan ini, muncul pula ingar-bingar
nama Wimar Witoelar yang juga anggota timses Jokowi-Kalla, dicecar habis
di sosial media karena ulahnya mengunggah gambar lukisan ‘keji’
menimbulkan kebencian (baca: gambar Prabowo, logo ormas, dan sejumlah
tokoh dibawah bayang-bayang otoriterisme dan terorisme) ke
akun twitter. Hal itu dianggap telah mendiskreditkan ormas dan tokoh
Islam di nusantara. Meski kabarnya permintaan maaf oleh Wimar sudah
disampaikan kepada pihak-pihak terkait diiringi penutupan akun twitter
pribadinya, akan tetapi menurut saya tetap saja bola panas insiden ini
akan menggelinding ke segala arah menjadi bahan pebincangan masyarakat.
Tak kalah
menyedihkannya dengan dua isu tak sedap di atas, partai utama pengusung
Jokowi-Kalla belakangan lantang menolak kebijakan pemerintah kota
Surabaya tentang penutupan komplek lokalisasi perzinahan Dolly. Apa pun
alasannya, mayoritas rakyat di negeri ini mendukung kebijakan wali kota wanita pemberani Tri Rismaharini. Toh pada akhirnya berhasil ditutup juga.
Informasi telah
menyebar luas ke ruang publik, isu terus bergulir entah kapan dan di
mana berhentinya. Publik pun berangsur mengetahui dan mengerti bahwa di
belakang pasangan Jokowi-Kalla ada kelompok yang berkeinginan meniadakan
kolom agama dari KTP, gemar melakukan penistaan terhadap tokoh dan
ormas Islam, dan lantang menolak penutupan lokalisasi perzinahan Dolly.
Bola panas isu ini sedikit banyak akan mempengaruhi elektabilitas pasangan capres-cawapres. Paling tidak, pengaruhnya bagi swing voters (massa
mengambang) sedikit terbantu untuk menemukan pilihan yang dianggap
tepat. Bila sebaran fakta di atas merata ke seluruh nusantara, maka
besar kemungkinan massa mengambang akan berlabuh di pasangan
Prabowo-Hatta. Dalam hal ini, kaum liberal berhasil memopulerkan
Prabowo-Hatta dan merugikan pasangan Jokowi-Kalla.
Membaca survey
terakhir, lembaga Vox Populi merilis pasangan Prabowo-Hatta unggul 52,8
persen atas pasangan Jokowi-Kalla 37,7 persen. Siapakah capres-cawapres
pilihan anda? Jangan lupa hadir ke TPS pada hari Rabu, 9 Juli mendatang.
Indonesia Bangkit!
Jakarta, 21 juni 2014
Salam PersaudaraanSumber: kompasiana
Sumber gambar: static.republika.co.id
@
Tagged @ Politik
0 Post a Comment:
Posting Komentar - Kembali ke Konten